Latar Belakang Sejarah Peristiwa 10 November 1945
Masa pendudukan Jepang di Indonesia selama Perang Dunia II menjadi fase kritis dalam sejarah Indonesia. Sebelum pendudukan, Indonesia merupakan koloni Belanda. Namun, pada tahun 1942, Jepang berhasil menguasai wilayah ini, dan membawa perubahan signifikan dalam struktur politik dan sosial Indonesia. Pendudukan Jepang menanamkan semangat nasionalisme yang kuat, yang kelak berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan tonggak sejarah penting. Sebagai tindak lanjut dari kekalahan Jepang di Perang Dunia II, Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, yang di sambut dengan semangat dan harapan besar oleh rakyat. Namun, situasi politik dan sosial di Indonesia pasca-proklamasi tidaklah stabil. Masa transisi ini di warnai dengan berbagai dinamika politik, serta pergerakan rakyat yang menaruh harapan besar pada kemerdekaan, tetapi masih harus menghadapi ancaman dari pihak Sekutu yang ingin menduduki Indonesia kembali.
Surabaya menjadi episentrum dari gelombang perlawanan terhadap upaya rekolonialisasi oleh tentara Sekutu. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Surabaya memiliki posisi strategis serta semangat juang yang tinggi dari para pemimpin dan rakyatnya. Perang di Surabaya di picu oleh upaya tentara Sekutu, terutama Inggris dan Belanda, untuk mengambil alih kembali kontrol atas Indonesia. Ketegangan memuncak ketika tentara Inggris yang di pimpin oleh Brigadir Jenderal Mallaby tewas dalam pertempuran, yang semakin memicu konflik.
Peran penting para pemimpin lokal seperti Bung Tomo tidak bisa di abaikan. Mereka bukan hanya mengorganisasi perlawanan, tapi juga berhasil mengobarkan semangat juang yang luar biasa di kalangan rakyat. Situasi genting ini memicu pertempuran besar yang di kenal sebagai Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, hari yang kini di peringati sebagai Hari Pahlawan di Indonesia.
Kronologi Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya yang terjadi pada 10 November 1945 merupakan salah satu peristiwa paling heroik dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kejadian ini di awali dengan kedatangan tentara Sekutu yang di pimpin oleh Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada akhir Oktober 1945. Mereka bermaksud melucuti senjata pasukan Jepang dan membebaskan tawanan perang, namun kehadiran mereka di terima dengan kecurigaan oleh rakyat Surabaya yang baru saja mencicipi kebebasan setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Ketegangan meningkat pesat, memuncak pada insiden di Jembatan Merah pada 30 Oktober 1945 ketika mobil yang di tumpangi oleh Brigadir Jenderal Mallaby di kepung oleh para pejuang. Insiden ini mengakibatkan tewasnya Mallaby dan menjadi pemicu eskalasi konflik. Sekutu kemudian mengeluarkan ultimatum kepada arek-arek Surabaya pada 9 November 1945, meminta mereka menyerah tanpa syarat dan menyerahkan persenjataan mereka. Namun, dengan semangat pantang menyerah, ultimatum tersebut di tolak mentah-mentah.
Hasilnya, pada pagi hari 10 November 1945, pasukan Sekutu yang di lengkapi dengan kekuatan udara, laut, dan darat memulai serangan besar-besaran terhadap kota Surabaya. Perlawanan rakyat di pimpin oleh tokoh kharismatik, Bung Tomo, yang melalui siaran radio membakar semangat para pejuang untuk mempertahankan kota sampai titik darah penghabisan. Gema suara Bung Tomo yang memekikkan, “Merdeka atau Mati!” menjadi seruan ikonik dan simbol keberanian bangsa.
Saat pertempuran berkecamuk, taktik gerilya di terapkan oleh pihak Indonesia, mengandalkan pengetahuan lokal atas medan pertempuran dan mobilitas yang tinggi. Dengan berbagai keterbatasan dari segi persenjataan dan logistik, arek-arek Surabaya tetap mampu memberikan perlawanan yang sengit kepada pasukan Sekutu. Rumah-rumah, gedung, dan jalanan menjadi benteng pertahanan di mana serangan balik di lancarkan dengan semangat juang yang tak tergoyahkan.
Meski akhirnya Surabaya berhasil di duduki oleh pasukan Sekutu, pertempuran yang berlangsung selama tiga minggu ini meninggalkan kesan mendalam akan keberanian dan semangat juang bangsa Indonesia. Perlawanan rakyat Surabaya tidak hanya menjadi kenangan heroik, tetapi juga inspirasi bagi generasi mendatang untuk terus mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Tokoh Penting dalam Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, yang menjadi simbol perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan, tidak lepas dari peranan sejumlah tokoh penting. Salah satunya adalah Bung Tomo. Di kenal sebagai orator ulung, Bung Tomo menggunakan siaran radionya untuk mengobarkan semangat perjuangan rakyat Surabaya dan Indonesia secara umum. Pidato-pidatonya yang penuh semangat menambahkan keberanian kepada arek-arek Surabaya untuk melawan tentara sekutu yang jauh lebih unggul dalam hal persenjataan.
Selain Bung Tomo, tokoh-tokoh militer seperti Gubernur Suryo dan Mayor Moestopo juga memiliki peran yang tidak kalah penting. Gubernur Suryo, sebagai pemimpin pemerintahan di Jawa Timur saat itu, memainkan peran kunci dalam mengoordinasikan perlawanan rakyat. Keberanian dan ketegasannya menginspirasi banyak orang untuk turut serta dalam mempertahankan kemerdekaan yang baru saja di proklamasikan. Di sisi lain, Mayor Moestopo di kenal atas keahliannya dalam strategi militer. Ia memimpin pasukan untuk melawan tentara sekutu dengan taktik yang efektif, meskipun menghadapi peralatan perang yang lebih canggih.
Tidak hanya tokoh-tokoh besar, banyak pejuang lokal yang turut serta dalam pertempuran Surabaya. Meskipun nama mereka mungkin tidak seterkenal Bung Tomo atau Mayor Moestopo, kontribusi mereka tidak bisa di abaikan. Para pejuang ini berasal dari berbagai kalangan, termasuk pelajar, mahasiswa, dan bahkan petani. Mereka bersatu dalam semangat patriotisme yang sama untuk mempertahankan tanah air dari penjajah. Keberanian mereka menambah dimensi historis yang signifikan pada pertempuran ini, menjadikannya episentrum rasa nasionalisme rakyat Indonesia.
Kombinasi dari tindakan dan inspirasi para tokoh terkenal serta kontribusi dari pejuang lokal membuat pertempuran Surabaya menjadi salah satu momen paling bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Semangat dan keberanian mereka terus di kenang sebagai warisan kebanggaan bangsa.